Rabu, 13 April 2011

Cerpen Ratapan

Ratapan Pilu Sang Bocah

Disuatu desa terpencil disudut perkotaan hiduplah sebuah keluarga yang harmonis , walau hanya tinggal di rumah kontrakan, namun kehidupannnya sangat bahagia. Hingga suatu hari kehidupannya berubah dratis yang dulu bahagia berubah dengan cucuran air mata.

Tawa riang menghiasi kehidupannya, walau seorang Ayah tak hadir dalam kesehariannya, karena tugas yang harus dijalaninnya,.  bagi bocah kecil yang bernama Mutiara hidup dengan Ibu dan kedua adik kecil dan mungil itu adalah suatu kebahagiaan. Karena bagi mutiara Ayah adalah orang yang sangat bertanggung jawab demi keluarganya .

Hingga suatu hari musibah itu datang. Ayah yang Mutiara banggakan dan dia sayang tiba-tiba jatuh sakit. Berawal dari rasa kecemburuan sosial dalam kerja, ada seorang teman Pak Rudi yang tega memasukkan bubuk kedalam kopi yang ia minum.  Tetapi tidak ada rasa curiga Pak Rudi meminum kopi pemberian temannya. Pak Rudi yang meminum kopi tersebut langsung lemes tak dapat mengerakkan badannya, rasa lemes menyerangnya hingga ia jatuh pingsan dalam keadaan tidak sadarkan dir,i ia sempat berkata “ apa yang sebenarnya kau masukkan kedalam minumanku ….???”  Dan akhirnya iapun ambruk jatuh kelantai.
Pak Rudi diantar pulang kerumah dalam keadaan pingsan, Ibu yang melihat suaminya langsung histeris  “ ada apa dengan suamiku..?!!    apa yang terjadi… ?!!” yang mengantarpun menjawab “saya tidak tahu Pak Rudi sudah pingsan tak sadarkan diri bu……”  ibu menyuruh agar Pak Rudi dibawa kekamar. Orang yang membawa Pak Rudi akhirnya pamit untuk pulang. “ Bu aku pamit dulu ya …”,  makasih ya nak kamu sudah mengantarkan suamiku pulang..” jawab ibu.
Setelah orang yang mengantar Pak Rudi pulang ibu menagis histeris karena suaminya tak dapat bergerak sambil mengerak-gerakkan badan Pak Rudi, dalam tangis dan kepanikan ibu berujar “ Yah bangun Yah..,  dengar aku Yah,…..  dengar aku Yah,….. jangan begini yah , jangan kau buat aku kwatir dengan keadaanmu ini coba kau berusaha Yah ….”  Perasaan kacau dan panik yang tak dapat disembunyikan oleh Ibu membuat Mutiara binggung karena Ibu selalu menangis.
Mutiara yang baru saja pulang bermain bersama adiknya merasa heran “mengapa ibu menagis…, ada apa bu..?‘”, tidak ada apa-apa nak bermainlah kau bersama adikmu...” Jawab si ibu  “tapi bu…, aku merasa ada yang Ibu sembunyikan…,” ujar Mutiara yang melihat keanehan diraut wajah Ibunya.  “tidak nak bermainlah kau bersama adikmu  diluar, ibu mau memanggil Pak Mantri…, siapa yang sakit bu… “jawab Mutiara,    Mutiara kekamar dan melihat Ayahnya terbaring ditempat tidur. “Ada apa dengan ayah bu…??? sudah kamu diam saja, jaga adik-adikmu tunggu Ayah..” bentak ibu dengan rasa panik,  lalu meninggalkan Mutiara.
Dengan rasa panik Ibu tergesa-gesa berlari menuju kerumah Pak Mantri yang lumayan jaraknya  tidak terlalu jauh dari rumahnya, Ibu mengetuk pintu .” Pak permisi tolong aku Pak…”  saut Ibu dari kejauhan, Pak Mantri yang kebetulan berada di rumah menpersilakkan Ibu untuk masuk  “ ada apa bu, apa yang bisa saya bantu… “ jawab Pak Mantri. “ tolong suamiku Pak dia sakit tak sadarkan diri”,  sambil terbatah batah ibu menjelaskan “ tenang dulu bu tenang  jangan panik… “ Pak Mantri berusaha menenangkan Ibu, ” tapi Pak suamiku…. “,  ya….  Ya…  nanti saya ambil peralatan dulu, Ibu tungggu sebentar.” Jawab Pak Mantri.
Pak Mantri memeriksa Pak Rudi,  Pak Mantri geleng-geleng kepala, akhirnya Pak Rudi sadar tetepi alangkah terkejutnya karena ia tak dapat mengerakkan anggota badannya, ia lumpuh.  Ibu menangis histeris “ Pak tolong periksa lagi yang benar Pak…” Ibu tak percaya dengan apa yang dilihatnya . Pak Mantri pun pamit pulang dan Ibu mengantarnya sampai kepintu , “ makasihnya Pak atas bantuannya…”
Mutiara yang mendengar ayahnya sakit menagis histeris memeluk Ayahnya …. “ Ayah ngga boleh sakit,  Ayah harus sembuh Yah ….!! ,  Ayaaaah….”. tangis histeris Mutiara  sambil mengerak-gerakkan badan Ayahnya, tetepi sedikitpun Ayahnya tak bias bergerak hanya air mata yang jatuh bercucuran membasahi pipinya yang kelihatan pucat, Ayah Mutiara bagaikan mayat hidup yang tak bisa berbuat apa-apa.
Ibu menghampiri dan memeluk anak-anaknya,  “jangan menagis kamu Mutiara kamu harus kuat, hapus air mata kamu Mutiara….!!!.” bentak ibu kepada Mutiara  “ tapi bu.., Ayah….” Mutiara menjawab sambil sekali-kali sesegukkan menahan tangis.  “ Ibu suruh kamu diam.., ya diam .., jangan buat Ibu makin panik……” akhirnya Mutiara pun terdiam membisu sambil sesegukkan menahan tangis 
Keesokkan harinya Ibu memanggil Mutiara,  “ Mutiara ibu titip adik-adikmu dan Ayah, Ibu harus bekerja menggantikan Ayahmu,  ibu akan berjualan di kereta…”. Tapi bu…, aku harus bagaimana dengan ade kecil bu…, aku ngga berani….”, jawab Mutiara, “kamu harus bisa…, dan berani demi Ayah nak, kalo Ibu tidak bekerja,  siapa yang akan menafkahi kalian…, ibu butuh biaya untuk mengobatan Ayah,  Kamu bisa nak..,”  tak henti-hentinya Ibu menangis dan memeluk Mutiara , “ tapi bu….,   tidak ada tapi-tapian ,  kamu harus kuat, tidak boleh nangis, ngga boleh cenggeng camkan itu Mutiara…..!!” Ibu berusaha menyakinkan Mutiara.  
Sambil bersiap-siap Ibu merapihkan barang dagangannya yang harus ia bawa,. Mutiara menghampirinya,  “bu…..”, Mutiara memegang tangan Ibunya yang hendak pergi , “sudah Mutiara…., Ibu berangkat jaga adik-adikmu dan Ayah…. “,  dengan tak kuasa menahan tangis,  Ibu pun pergi meninggalkan Mutiara, walau terpesit kekwatiran akan anak-anaknya tapi kehendak berkata lain,  ia harus berjuang mempertahankan keluarganya.  Sepeninggalan Ibu, Mutiara belajar kuat dan tidak menagis walau tidak bisa disembunyikan, matanya yang tembem akibat menangis, ia membangunkan adiknya dan memandikan serta menyuapinya makan,  begitu juga dengan Ayahnya. Setiap saat air mata Mutiara berurai meratap dan memohon agar diberi kesembuhan dan berakhir dari mimpi buruk. Ia tak memperdulikan keadaan dirinya yang ada dibenaknya gimana agar adik-adiknya tak menagis dan merawat Ayahnya yang tak berdaya, walau ia harus berbagi makanan dengan adiknya dan terkadang ia harus merelakan  makanan untuk adiknya  karena ia tak ingin adiknya menangis, karena ia berharap dengan ini Ayahnya pasti sembuh.
Hari hari pun ia lewati dengan tangisan dan ratapan. Mutiara mendekati Ayahnya dan berucap  “Ayah aku yakin Ayah sembuh, walau harus menunngu waktu lama……” air matapun bercucuran membasahi pipinya,  “Ayah harus kuat demi aku Yah…, demi Ibu dan adik-adikku…”. Sesekali Mutiara mencium pipi Ayah dan mendekapnya erat-erat.”  Hanya air mata yang keluar dari kelopak mata Pak Rudi.
Satu tahun telah berlalu Pak Rudi berangsur-angsur sembuh dan dapat mengerakkan anggota badannya, dengan telaten Mutiara mengajari dan membantunya untuk bisa mengerakkan anggota badannya, berawal dari tangan, sampai kekaki. Hingga suatu hari Pak Rudi bisa berjalan, walau harus tertatih-tatih seperti anak baru belajar namun bagi Mutiara itu sudah menggembirakan, Mutiara mengajak Pak Rudi jalan-jalan dengan memegang tongkat dan ditemani adiknya, tetepi tiba-tiba musibahpun datang,  angin yang begitu kencang mengempaskam Pak Rudi dan anak-anaknya. Mutiara terlempar terlepas dari adik dan Ayahnya.  mutiara berteriak, “ Ayaaaaaah…….”.
Mutiara terbang dan tersangkut di pohon pisang begitu juga dengan Pak Rudi dan adiknya. Mutiara yang panik tak merasakan apa yang menimpanya, ia berlari mencari Ayah dan adiknya sambil berteriak ia memanggil -  manggil, “ Ayah ….. Ayah…..”  tetapi ia hanya menemukan tongkatnya saja, dan itu membuat Mutiara panik,  tetapi akhirnya ia menemukan Pak Rudi ,  “Ayah ….,  Ayah tidah apa-apa Yah..”, Mutiara bertanya sambil berusaha meluruskan kaki Pak Rudi, Pak Rudi menjawab “ kakiku sakit nak…..” “pelan-pelan Yah…”, Mutiara mengerakkan kaki Pak Rudi. Tiba-tiba Mutiara sadar “Bunga mana Yah….” ,  “adikmu ikut terlempar cepat, cari adikmu …..!!!, suruh Pak Rudi kepada Mutiara. Tapi bagaimana dengan Ayah…, sudah tinggalkan aku cari adikmu…” , dengan rasa kwatir dan binggung Mutiara mencari adiknya.
Mutiara mencari Bunga akhirnya bisa ditemukan, sambil mengendong adiknya yang kesakitan karena jatuh, Mutiara menghampiri Ayahnya , ” Ayah kita istirahat sebentar…, aku cari bantuan Yah…”  Mutiara berlari mencari bantuan, akhirnya Mutiara sampe juga kerumah untung tidak terjadi apa-apa dengan adik mungilnya . Darah yang bercucuran di tangan tak ia hiraukan, Mutiara cepat-cepat mengambil air hangat dan mengompres kaki Ayahnya.
Tak henti-hentinya ia menagis atas kebodohan yang ia lalukan karena telah mengajak Ayahnya jalan-jalan diluar yang berakibat fatal. Mutiara terus menagis hingga iapun tertidur, dalam tidurpun ia menagis tak henti-hentinya ia berdoa untuk kesembuhan Ayahnya ..
Hingga suatu hari Pak Rudi terbangun dari tidurnya dan merasakan badannya ringan dan ia mencoba turun dari tempat tidurnya,  dan berusaha berjalan tanpa memakai tongkat tetapi apa yang terjad,i Pak Rudi bisa berjalan lagi dengan lancar . Pak Rudi berteriak memangggil Mutiara. “ Mutiara …, Mutiara ….”  Teriak Pak Rudi . Mutiara yang sedang menagis berlari menghampiri Ayahnya, “ ada apa Yah ….??, Lihat Ayah nak..,  Ayah bisa berjalan lagi tanpa menggunakan tongkat nak ,,,,, lihat….!!” teriak Pak Rudi dengan gembira.  Air mata Mutiara bercucuran. Pak Rudi heran dengan anaknya,  “Aku bahagia Yah…, Ayah bisa berjalan lagi….”  Mutiara memeluk Ayahnya dengan erat. Ibu yang baru saja datang dari pasar heran, “ ada apa kalian menagis…” aku bisa berjalan lagi bu.., lihat aku…”, Pak Rudi berusaha menyakinkan istrinya. Rasa bahagia terpancar di wajah Ibu bersama anak-anaknya karena Ayah telah pulih  dan berjalan seperti semula.(an)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar